May 29, 2012

Howl's Moving Castle (2004)

Howl's Moving Castle (2004)
[Hauru no ugoku shiro] 


 


Director : Hayao Miyazaki
 Release date(s) : September 5, 2004 
 Running time :  119 minutes
Country : Japan
Language : Japanese

Starring (voice) :

Watched : 27 May 2012




Howl's Moving Castle bercerita tentang seorang gadis bernama Sophie, seorang pembuat topi yang dikutuk oleh seorang penyihir jahat yang mengubah wajah dan tubuhnya menjadi seorang nenek tua. Sophie dikutuk bukan tanpa sebab. Penyihir jahat itu mencari Howl, seorang penyihir juga yang menyelamatkan Sophie tempo hari kala diserang oleh pengikut penyihir jahat tersebut. Dalam tubuhnya dan wajahnya yang baru, Sophie berkelana dan menemukan istana Howl yang bergerak. Sophie bertemu dengan penghuni istana tersebut diantaranya Calcifer dan Markl serta Howl sendiri. Petualangan hidup baru Sophie pun di mulai.




Dengan durasi hampir dua jam, terasa sedikit membosankan di tengah film namun menjelang ending, klimaksnya semakin mengasikkan. Apalagi kita disuguhkan dengan artwork yang bagus dan memanjakan mata. Tak salah jika film ini dinominasikan dalam Academy Award for Best Animated Feature pada 78th Academy Awards tahun 2006 lalu. 

 

Walau dengan setting dan nama ala barat (karena berdasarkan novel), namun sang sutradara Hayao Miyazaki tetap membuat aura film ini begitu terasa Japanese. Selain tentunya suara yang memang bahasa Jepang, ada beberapa hal yang mungkin tidak akan ditemui di dalam west movie. Penggambaran karakter Howl sendiri, entah mengapa terlihat begitu so Japanese. Dan untuk scoring musiknya patut diacungin jempol buat Hisaishi. Banyak pelajaran yang akan dapat kita petik dari film ini. Even though, this movie is not the great one but it can be one of the best animated movie.

  

 

Los Olvidados (1950)


The Young and the Damned  (1950)
[Los olvidados]



 



Director : Luis Buñuel 
 Release date(s) : December 9, 1950
Country : Mexico
Running time : 80 min.
Language: Spanish

Starring :
Alfonso Mejía
Estela Inda
Miguel Inclán
Roberto Cobo
Alma Delia Fuentes
Francisco Jambrina
Jesús Navarro 
Watched : 27 May 2012 


“Almost every capital, like New York, Paris, London, hides behind its wealth, poverty-stricken homes where poorly-fed children, deprived of health or school, are doomed to criminality. Society tries to provide a cure. Success for its efforts remains very limited. The future is not bound to the present: The day will come when children rights are respected. Mexico, large modern city, is no exception to the rule. This film shows the real life. It’s not optimistic. The solution to this problem is left to the forces of progress.”


 

Adegan awal film ini dibuka dengan narasi diatas layaknya film-film klasik. Lalu adegan berikutnya berlanjut menampilkan adegan beberapa anak jalanan di kota Meksiko. Selanjutkan kita pun akan diajak melihat kerasnya hidup anak-anak jalanan di Meksiko pada masa itu. Adalah Jaibo, salah seorang anak jalanan tersebut yang dianggap sebagai leader baru saja kabur dari penjara karena kejahatan yang dia lakukan. Sifat Jaibo sangat keras, brutal, licik dan berbagai hal buruk lainnya dia miliki. Jaibo dan gangnya merencanakan untuk merampok uang hasil mengamen dari seorang musisi jalanan yang buta. Lalu ada juga tokoh Pedro, salah satu anak jalanan tersebut, yang kelihatan nakal namun sebenarnya haus akan kasih sayang, terutama dari ibunya. Pedro yang ingin merubah dirinya menjadi lebih baik demi ibunya, mengalami dilema karena moralnya perlahan-lahan telah dirusak oleh yang lain. 

Banyak problematika kehidupan yang dipaparkan dalam film ini. Bagaimana di Meksiko kala itu ditampilkan bahwa kaum muda kebanyakan adalah anak-anak yang malas dengan tingkat kenakalan yang sangat tinggi. Sedangkan kaum tua tak kalah buruknya. Mungkin masa yang suram buat negeri itu saat itu. Memang film ini adalah neorealis, dimana sebagian atau keseluruhannya adalah berdasarkan kisah nyata yang terjadi. 


Kekerasan kerap ditampilkan di sepanjang film, bahkan moral para tokoh yang ada nyaris hilang. Siapapun bisa jadi jahat - bahkan yang baik sekali pun - dalam film ini. Tak ada yang salah atau benar karena keadaan yang kadang memaksa seseorang berubah walau perubahannya bisa ke arah yang baik atau malah sebaliknya. Tinggal bagaimana kita sebagai penonton yang baik menyikapinya dengan positif agar hal buruk yang ditampilkan dalam film ini tidak terjadi dalam kehidupan kita yang nyata.





May 27, 2012

Monsieur Lazhar (2011)

Monsieur Lazhar (2011)  





 

Director : Philippe Falardeau
Release date(s) : 8 August 2011 (Locarno Film Festival)
Running time : 94 minutes
Country : Canada
Language French

Starring :
Sophie Nélisse
Émilien Néron 
Danielle Proulx
Brigitte Poupart 
Jules Philip

Watched : 20 May 2012



Bachir Lazhar, seorang imigran asal Aljazair, melamar menjadi guru di Montréal public grade school. Dia menggantikan seorang guru yang meninggal karena bunuh diri di kelas. Akibat peristiwa bunuh diri tersebut, para siswa - terutama di kelas yang diajar sang guru - mendapatkan konseling dan terapi. Awalnya para siswa yang diajar Lazhar sering membandingkannya dengan guru mereka yang meninggal tersebut, terutama sistem pengajarannya yang terkesan kuno. Bahkan tak sedikit siswa yang tak menyukainya. Namun seiring berjalannya waktu, para siswa tersebut mulai bisa menerima kehadiran Lazhar. Tapi tak seorang pun tahu bahwa Lazhar sendiri mempunyai masalah yang sangat pelik dan berat dalam hidupnya.



Monsieur Lazhar dipilih mewakili Kanada di 84th Academy Awards sebagai  Best Foreign Language Film. Bahkan menjadi nominasi untuk Oscar. Jelas, ini bukan film yang ringan untuk ditonton. Banyak permasalahan yang disajikan dalam film ini lengkap dengan segala hal yang tidak biasa, seperti isu sosial dan politik. 


Dengan anak-anak sebagai salah satu poin utama dalam film ini, tentunya menjadi suatu hal yang sulit menyangkut permasalahan yang terjadi di dalam film, seperti bagaimana menceritakan secara benar pada anak-anak mengenai kematian - seperti kematian guru mereka yang bunuh diri di kelas. Hal tersebut tentu menjadi trauma bagi anak-anak. Di sinilah, Lazhar yang menggantikan peran sang guru tersebut, mempunyai andil dan tanggung jawab yang besar mengobati trauma para anak didiknya. Padahal dia sendiri pun mengalami kisah hidup yang jauh lebih berat tanpa seorang pun tahu.


Mohamed Saïd Fellag yang berperan sebagai Bachir Lazhar memainkan perannya dengan total. Ditambah dengan kombinasi pas Sophie Nélisse dan Émilien Néron, pemeran Alice dan Simon, yang memerankan tokoh anak-anak yang 'sedikit berbeda' dari teman sebaya mereka.


Walau tanpa banyak dialog, namun simbol serta mimik dari para pemain sudah sangat mewakili apa yang ingin disampaikan dalam film ini. Dengan teknik pencahayaan yang bagus, film ini justru terkesan sangat dark. Bahkan mengundang tanda tanya, "Mengapa sang guru bunuh diri di kelas, dimana justru muridnya akan menemukannya?"  Ya, lebih baik menyaksikan sendiri film ini. Walau terkesan berat, tapi tidak akan mengecewakan karena banyak hal yang akan di dapat, terutama untuk para guru.










The Girl Who Leapt Through Time (2006)


The Girl Who Leapt Through Time (2006)
 [Toki o kakeru shôjo] 
 







Director : Mamoru Hosoda
Release date(s) :  July 15, 2006
Running time : 98 minutes
Starring (voice) : 
Time waits for no one


Makoto, seorang gadis tomboy berumur 17 tahun selalu mengalami hari-hari yang kurang baik dalam hidupnya. Dia sering telat bangun, sehingga selalu terburu-buru ke sekolah. Suatu hari, karena telat bangun, dia hampir terlambat ke sekolah. Tapi untungnya hari itu dia beruntung karena sang guru yang malah datang telat. Tapi ternyata itu hanya sebentar saja karena guru pengganti malah memberikan kuis dan tentu saja Makoto yang tidak punya persiapan apapun, mendapat nilai jelek. Kesialannya tidak hanya sampai di situ. Makoto juga menyebabkan kebakaran kecil di kelas memasak dan tubuhnya tertimpa badan anak laki-laki ketika dia sedang berjalan dengan temannya. 




Tapi suatu kejadian menimpanya ketika dia memasuki sebuah ruangan di sekolahnya. Tanpa sadar sesuatu benda terjatuh dan menimpanya. Pada saat itu, Makoto merasakan tubuhnya seperti bergerak cepat melintasi alam lain. Dia pun menceritakan hal tersebut pada kedua temannya, Chiaki dan Kousuke. Tapi kedua temannya tersebut malah mentertawainya. 


Peristiwa lain terjadi lagi ketika Makoto akan menemui bibinya, Kazuko. Rem sepedanya blong dan Makoto tidak bisa menghentikan laju sepedanya ketika akan melintasi rel kereta api. Tepat pada saat itu, tubuhnya terhempas dan Makoto merasakan bahwa dia akan mati saat itu juga.



Yang membuat The Girl Who Leapt Through Time menjadi enak untuk diikuti, selain karena jalan ceritanya yang santai dan tidak perlu berpikir, juga karena karakter-karakter yang ada di film ini begitu terlihat real dan banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi kita akan dimanjakan dengan artwork yang begitu indah. Sekilas jadi mengingatkan akan film 5 Centimeters Per Second. Kisah romance-nya juga ada kok dengan porsi yang pas bahkan scene-scene-nya pun sangat memorable.
 
 

 

  


Untuk penggemar anime, film ini wajib untuk ditonton karena akan ada banyak twist juga yang dihadirkan. Bahkan untuk yang bukan penggemar anime pun, film ini wajib juga ditonton untuk sajian ringan di waktu senggang.

 

 



  



  





 



























































May 20, 2012

Bicycle Thieves (1948)

Bicycle Thieves (1948)
[Ladri di biciclette]






Director :  Vittorio De Sica
 Release date(s) : November 24, 1948
 Running time : 93 minutes 
Country : Italy

Starring : 
Enzo Staiola
Lianella Carell
Gino Saltamerenda
Vittorio Antonucci




Classic is never die!
Dengan menampilkan tema cerita yang ringan, The Bicycle Thief mampu menyuguhkan sajian yang menarik serta memukau untuk dinikmati. Bercerita tentang seorang pria pengangguran bernama Antonio Ricci yang mendapat tawaran pekerjaan untuk menempelkan poster di kota. Untuk memperoleh pekerjaan itu, syaratnya dia harus mempunyai sebuah sepeda. Demi keluarganya, dia pun rela menukar barang yang dimilikinya dengan sebuah sepeda. Suatu hari, ketika sedang bekerja menempelkan poster Rita Hayworth, sepedanya dicuri. Bagaimana pun caranya, Antonio harus mendapatkan sepedanya kembali supaya tidak kehilangan pekerjaannya. Bersama anak sulungnya,  Bruno, mereka berdua memulai petualangan mencari sepeda tersebut.



Seru sekali menyaksikan petualangan ayah dan anak dalam mencari sepeda di kota Roma tersebut. Banyak hal yang terjadi dan diluar perkiraan. Bahkan terkadang akal sehat pun bisa lenyap seketika jika keadaan memaksa. Vittorio De Sica sebagai sang sutradara mengarahkan para pemainnya yang aslinya memang bukan para aktor, melainkan orang-orang biasa, dengan sangat baik. Lamberto Maggiorani  yang berperan sebagai Antonio aslinya hanyalah seorang buruh pabrik. Sica memang membuat filmnya terlihat realistis seperti apa yang memang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan siapa pun bisa mengalami apa yang terjadi pada Antonio. Hal tersebut justru makin membuat kesan mendalam bagi yang menontonnya.
 
 


Sica juga menampilkan sisi kehidupan berbagai golongan masyarakat. Kalangan bawah diwakilkan dengan kehidupan keluarga Antonio dengan sangat real. Untuk kalangan ke atas, disajikan dalam scene dimana Antonio beserta Bruno makan di sebuah restoran. Bruno merasa iri ketika melihat seorang anak perempuan sebayanya yang makan makanan mahal dan dia pun ingin merasakan hal yang sama. Lalu sang ayah berkata, "To eat like that, you'd have to earn at least a million a month."




Dengan banyak menampilkan adegan yang sederhana dan realistis, film ini malah mampu menciptakan banyak memorable scenes. Hal seperti ini banyak ditemui dalam film-film Iran saat ini. Dan akhirnya, film ini telah menjadi salah satu film Italia terbaik sepanjang masa. Bahkan menjadi one of the best movie ever!








 





















































































The Spiral Staircase (1945)

The Spiral Staircase (1945)




 


Director :  Robert Siodmak
Release date(s) : February 6, 1946
Running time : 83 minutes
Language : English

Starring :
Dorothy McGuire
George Brent
Ethel Barrymore


The Spiral Staircase adalah film bergenre psychological thriller arahan sutradara Robert Siodmak yang berdasarkan novel karangan Ethel Lina White berjudul Some Must Watch. Menceritakan tentang pembunuh berantai yang selalu membunuh para wanita dengan "keterbatasan". Kali ini yang menjadi target adalah Helen, seorang wanita muda yang bekerja sebagai pengasuh di rumah keluarga Warren. Helen menjaga Mrs. Warren yang sakit. Mrs. Warren mempunyai dua orang putra yaitu Albert yang seorang profesor dan Steven yang playboy. Mrs. Warren sangat sayang pada Helen dan peduli akan keselamatan Helen. Oleh karena itu dia meminta Helen meninggalkan rumahnya bersama Dr. Parry.



Dengan tampilan hitam putih, film yang diproduksi tahun 1945 ini sukses menampilkan banyak adegan mencekam dan membuat penasaran, kendati tema yang diusung sudah banyak ditemui di film-film masa kini bergenre sama. Tapi, untuk produksi tahunnya, film ini jelas sangat patut diacungin jempol dimana kita akan dibuat sangat penasaran dan ingin terus mengikuti ceritanya.



Adegan demi adegan yang mencekam, suram, horor ditampilkan silih berganti lengkap dengan setting rumah besar yang menyeramkan, terutama di saat hujan dan petir. Cahaya remang-remang yang cenderung gelap pun membuat film ini makin terasa so dark. Akan lebih asik menontonnya di malam hari terutama di saat hujan. Rasakan sensasi suspense, thriller, dark, horror yang menyatu di film ini.

 


Dorothy McGuire yang memerankan karakter Helen, tampil mempesona dengan aktingnya yang memukau. Begitu juga dengan pemeran lainnya seperti Ethel Barrymore yang berperan sebagai Mrs. Warren, George Brent sebgai Albert, Gordon Oliver sebagai Steven atau Kent Smith sebagai Dr. Parry.



Memang, bagi penggemar film bertema thriller seperti ini, akan sangat mudah menemukan siapa tersangka pembunuh berantainya, namun walau begitu, sang sutradara tidak akan begitu saja dengan mudahnya membeberkannya. Akan banyak tersangka "palsu" yang dihadirkan. Penonton pun sesaat bisa menjadi ragu, apakah si A adalah tersangka atau malah si B yang menjadi tersangka. Dan bayangkan menonton film ini di tahunnya, pasti luar biasa asiknya. Penonton akan dibuat pusing untuk menebak siapa pelakunya, tapi tetap akan dibuat betah bertahan hingga akhir film.



Untuk kekurangan pada film ini tentu saja tetap ada, terutama teknik pengambilan gambar yang kadang membuat pandangan menjadi kurang enak atau editan-editan yang terasa masih kasar seperti ketika scene menunggang kuda Helen dan Dr. Parry yang terlihat dilakukan di studio. Namun, kekurangan-kekurangan yang ada tidak terlalu banyak mempengaruhi film ini sendiri. Dan cukup dimaklumi untuk tahun segitu, malah sepertinya harus diberi apresiasi lebih. Ya, classis is unique and elegant!. Dan The Spiral Staircase memang bisa menjadi salah satu film klasik bergenre thriller yang patut untuk ditonton.











Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png