January 19, 2013

Noriko's Dinner Table (2005)



Noriko's Dinner Table (2005)







Noriko's Dinner Table (2005)
Noriko no shokutaku
Drama | Horror
Directed by Sion Sono 
Release date(s):  July 4, 2005 (Karlovy Vary International Film Festival)
 September 23, 2006 (Japan)
Running time:  159 minutes
Country: Japan
Language: Japanese

Cast:
Yôko Mitsuya


Watched : 14 January 2013 





“Some will kill, some will be killed. That’s the circle of life, though there are contradictions"

Noriko's Dinner Table dibagi dalam 5 chapter berdasarkan sudut pandang para tokoh utamanya: Noriko, Yuka, Kumiko, dan Tetsuzo. Film ini merupakan film dengan sajian horor yang mencekam. Horor yang dimaksud disini lebih menjurus ke alam pikiran kita sendiri. Dengan sajian plot non-linier, lagi-lagi sutradara khas film "sakit" Sion Sono, menyajikan film yang benar-benar menguras emosi dan pikiran ketika menontonnya. Noriko's Dinner Table ini sendiri merupakan prekuel sekaligus sekuel film Suicide Club yang saya sendiri belum menontonnya.


Noriko Shimabara (Kazue Fukiishi) yang penampilan luarnya seperti remaja kebanyakan, ternyata mengalami depresi berat dalam dirinya. Di usia belianya, dia merasa tersesat dalam jati diri yang membingungkan. Belum lagi sang ayah, Tetsuzo (Ken Mitsuishi) yang terkesan berpikiran konvensional. Oleh karena itu dia pun bertekad untuk keluar dari dunianya yang sempit demi pencarian jati dirinya yang sesungguhnya. Noriko menemukannya ketika dia bergabung dalam sebuah situs jejaring sosial di internet bernama haikyo.com. Noriko lalu melarikan diri dari rumahnya dan pergi ke Tokyo untuk menemui Kumiko (Tsugumi), sang admin dengan nickname "Ueno Station 54" sebuah situs jejaring sosial di internet.


Kumiko kemudian mengajak Noriko untuk bergabung dalam "family circle program" atau "keluarga rental", dimana para gadis yang tidak bahagia akan identitasnya dapat berganti dengan identitas baru dan menemukan keluarga baru. Namun, Noriko terkejut ketika mengetahui bahwa program tersebut telah memicu sebuah bunuh diri massal 54 orang siswi SMU dengan melompat ke depan sebuah kereta api yang sedang melaju kencang di Stasiun Shibuya.


Dengan durasi hampir tiga jam, film ini disajikan jauh lebih seru ketimbang film Sion lainnya Cold Fish yang terus terang sempat membuat saya mengantuk ketika menontonnya di awal film. Padahal Noriko's Dinner Table justru menyajikan banyak adegan penuh dialog dan simbol-simbol yang umumnya malah membuat sebagian orang merasa bosan, tapi saya sendiri malah menikmatinya hingga tidak sadar ketika filmnya telah usai.


Film ini sendiri bukanlah film gore kendati ada adegan bunuh diri beberapa orang dan percikan-percikan darah di beberapa bagian adegan film. Justru film ini lebih condong pada psikologi thriller yang membuat sakit penontonnya sendiri. Mental menjadi terganggu ketika menontonnya, bahkan ketika film selesai diputar.


Dan Lagi-lagi Sion Sono menyajikan banyak adegan-adegan gila dan sinting yang sarat akan pesan moral yang kuat. Terutama tentang hubungan antar anggota keluarga yang jarang berkomunikasi, pencarian identitas diri, kurangnya menghargai hidup, konsep kebahagiaan ideal, perasaan terbuang dan tersingkirkan atau pun pengaruh teknologi yang semakin canggih seperti internet yang banyak disalahgunakan.


Konsep keluarga rental itu benar-benar sebuah ide yang sangat menarik sekali menurut saya. Saya jadi berpikiran, apakah memang ada di dunia nyata keluarga rental seperti itu di Jepang?. Lewat adegan yang disajikan dalam keluarga rental tersebut, sedikit banyak saya seperti merasakan sendiri apa yang dirasakan dan diinginkan oleh si karakter dalam film ini. 


Kelam dan cukup melelahkan menyaksikan film ini. Bahkan saya sempat berkali-kali menahan nafas beberapa detik menyaksikan kengerian-kengerian yang disajikan sepanjang film ini. Angkat dua jempol untuk akting para pemainnya yang mampu bertransformasi sempurna memerankan karakter masing-masing, terutama Tsugumi yang wajahnya bagaikan bermuka dua. Lewat film ini jugalah, Yuriko Yoshitaka yang berperan sebagai Yuka mampu menarik perhatian. Saya curiga jangan-jangan karena perannya di film ini juga, dia jadi sering mendapat peran yang mirip, salah satunya di dorama Love Shuffle

 

Absurd, nyeleneh, sinting atau gila memang pantas diberikan untuk film ini. Bahkan sepertinya saya sedikit gila setelah menyaksikan film ini. Jauh lebih menguras pikiran saya ketimbang ketika saya menonton Cold Fish atau Black Swan. Tapi itulah ciri khas Sion Sono yang selalu mampu menyajikan sajian epik dengan konsep unik dan tidak biasa. Bravo!













2 comments:

Unknown said...

Gan, ada nggak ya penjelasan kenapa Yuka di ending nya milih kabur dari rumah dan tidak menjadi siapa2? Apa sebabnya? Tujuannya apa?

Leaver said...

Tiga org yg tersisa itu kan nnti mati semua, pikiran yuka masih pengin hidup.

Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png