July 30, 2014

See The Sea | Regarde La Mer (1997)


See The Sea (1997)






Anda penyuka film bergenre drama dibalut thriller? 
Anda penyuka film non-hollywood? 
Anda suka nonton, tapi tak punya waktu banyak untuk menonton?
Jika jawabannya iya, maka Regarde la mer a.k.a See the Sea sangat saya rekomendasikan untuk anda. Film ini hanya berdurasi 52 menit - yang bahkan lebih singkat dibanding satu episode drama Korea - namun mampu menyajikan suguhan tontonan yang cukup menarik.

Film ini bercerita tentang seorang wanita yang telah menikah, Sasha (Sasha Hails), yang tinggal bersama bayinya yang berusia 10 bulan, Sioffra (Samantha) di sebuah tempat yang jauh dari kota, di dekat pantai. Suaminya bekerja di Prancis dan jarang pulang. Suatu hari seorang backpacker wanita bernama Tatiana (Marina de Van) mendatangi rumah kediaman Sasha dan meminta ijin memasang tenda di pekarangan rumahnya selama 3-4 hari karena penginapan penuh. Sasha mengijinkannya. Walau awalnya Sasha bersikap sedikit skeptis pada Tatiana, namun akhirnya dia menawari wanita tersebut makan bersama dan mandi di rumahnya. Dengan sikap Tatiana yang misterius, Sasha malah semakin penasaran dengan wanita tersebut.

Durasi film ini hanya 52 menit? Apa yang bisa didapat dengan durasi secepat itu? 
Eits.. jangan salah, walau pun durasinya bisa dibilang tidak normal untuk ukuran sebuah film, tapi film garapan Francois Ozon ini sangat bagus. Ya, Regarde La Mer memang hanya sebuah short movie, namun ceritanya sangat menarik dan bagus sekali menurut saya! Dengan pacenya yang tenang bahkan terlalu santai, pasti kita tidak akan menyangka bahwa ini adalah film bergenre thriller. Ceritanya nyaris seperti sajian kisah drama sehari-hari, dengan alur yang stabil. Kemunculan karakter Tatiana memang menjadi tanda tanya besar dan membuat kita akan berfikir ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya. Hingga tanda tanya tersebut sedikit demi sedikit terjawab melalui adegan demi adegan yang ditampilkan. SPOILER ALERT!! Ada satu adegan yang membuat saya semakin yakin, there's something wrong with her!, yaitu ketika ia menumpang mandi di kamar mandi rumah Sasha. Adegan sikat gigi yang ditempelin 'sesuatu' itu benar-benar disgusting. Dan akhirnya semua pertanyaan pun terjawab. Saya sempat berpikir akan berakhir seperti yang terjadi di endingnya, namun karena suatu adegan sebelum klimaksnya, saya jadi terkecoh! Yeah, atmosfir yang tadinya tenang pun seketika berubah menjadi suram dan gelap. Atmosfirnya sedikit mengingatkan saya pada film Vertigo.

Selain ceritanya yang cukup menarik, saya sangat menyukai setting film ini terutama setting di pantai. Kita disuguhkan pemandangan pantai yang indah, yang seketika akan membuat kita ingin merasakan sendiri pasir dan deburan ombak di pantai tersebut. Adegan ketika Sasha membawa bayinya ke pantai tersebut menjadi salah satu adegan favorit saya. Di tambah tingkah si mungil Sioffra (yang ternyata adalah bayi kandung Sasha Hails di dunia nyata) yang lucu sungguh menggemaskan sekali. Dan tentu saja film ini semakin bagus karena akting natural dari Sasha Hails dan Marina de Van. Lewat gesture, ekspresi wajah, dan gerakan mata; mereka berdua telah berhasil memainkan karakter Sasha dan Tatiana dengan sangat baik.

Yeah, intinya dalam rentang waktu yang singkat, Regarde La Mer mampu menyajikan suatu tontonan menarik yang dapat mengeksplor rasa ingin tahu, keinginan, dan identitas seseorang. And finally, I ask you all to try watching this movie! Hopefully, you like it too as I like it very much!








Title: Regarde La Mer / See The Sea | Genre: Thriller | Director: Francois Ozon | Release date(s): 1997 | Running time: 52 minutes | Country: France | Language: French | Cast: Sasha Hails, Marina de Van, Samantha, Paul Raoux | IMDb | Rotten Tomatoes











July 15, 2014

Eden Lake (2008)


Eden Lake (2008)







Jenny (Keily Reilly) diajak kekasihnya, Steve (Michael Fassbender) berlibur ke sebuah tempat yang sangat romantis yaitu sebuah danau kecil di tengah-tengah hutan yang bernama Eden Lake. Mereka berdua sangat menikmati kegiatan mereka di tempat tersebut. Namun tiba-tiba muncul pengganggu yaitu sekelompok remaja berandalan annoying yang mengaku sebagai penguasa tempat tersebut. 

Film ini merupakan rekomendasi teman saya ketika saya meminta film yang pace-nya cepat dengan durasi tidak terlalu lama. Waktu saya meminta rekomen filmnya, saya baru saja selesai menonton Ils (Them) dan saya pun meminta rekomen film yang sejenis dengan Ils. Akhirnya Eden Lake pun saya banding-bandingkan dengan Ils. Tema yang sama dan setting lokasi yang sama, hutan. Bedanya, Ils tidak sepenuhnya bersetting di hutan, tapi juga di rumah karakter utama, sedangkan Eden Lake, hampir 80 persen settingnya di hutan yang tentu saja menimbulkan sensasi mencekam. Tak ada yang terlalu istimewa dari film ini dibanding film-film sejenis lainnya, dimana kedua karakter utama mendapat gangguan dan harus bisa survive dari kejaran para psikopat yang kali ini justru adalah sekelompok remaja berandalan yang marah. Walaupun Eden Lake tidak memiliki plot orisinal dan masih memakai formula yang sama dengan film sejenis, tapi ceritanya fresh dan non-predictable. Cara kedua karakter utama di film ini survive menghadapi lawan mereka menjadi sajian yang cukup menarik dan menghibur terutama untuk penggemar film thriller dan horor. Horor yang dimaksud di sini bukan horor seperti melihat penampakan hantu atau setan, melainkan horor psikologis yang tentunya jauh lebih horor dari kehororan hantu atau setan sekalipun. Film ini membawa kita kedalam ketakutan yang luar biasa, ketakutan yang bahkan mungkin kita pikir tidak akan pernah terjadi. Dibalut dengan level suspense tingkat tinggi dan sedikit gore yang mungkin akan membuat meringis, serta adegan kejar-kejaran ala cat-and-mouse, menjadikan film ini semakin menegangkan dan menarik untuk ditonton. Tak ayal lagi, Eden Lake sukses membuat saya ingin teriak sekuatnya karena atmosfir tegang yang diciptakannya dan sukses juga membuat saya kesal setengah mati dengan geng villain remaja annoying tersebut. Rasanya ingin sekali saya teriak pada karakter Steve dan Jenny agar segera menghabisi para villain tersebut. Ya, jika saja awalnya Steve tidak terhasut omongan sesat dari Brett (Jack O'Connell), gang leader para remaja tersebut dan mengabaikan mereka, tentu teror dan musibah mengerikan yang melanda pasangan Steve dan Jenny tak akan pernah terjadi.

Walau mungkin film ini tak terlalu istimewa, namun Eden Lake memiliki premis yang cukup menarik, yaitu tentang kenakalan remaja, khususnya yang terjadi di UK. Kenakalan yang mungkin saja terjadi akibat dari keluarga yang tidak harmonis, broken home, kurangnya perhatian orang tua, atau sikap apatis dan ketidakpedulian orang tua pada anaknya. Hal tersebutlah yang mendorong terciptanya geng-geng remaja nakal yang super annoying seperti dalam film ini. Dan penggunaan narkoba menjadi salah satu faktor pemicunya juga. Saya rasa kenakalan remaja seperti itu tidak hanya mewabah di UK sana, tapi di sini pun sudah merebak, contohnya geng motor yang sangat meresahkan belakangan ini.

Balik ke soal film, Eden Lake tentu tak akan menarik jika tidak dibarengi dengan akting memukau pemainnya. Akting Kelly Reilly benar-benar superb. Terlihat dia bermain dengan sangat totalitas memainkan karakter Jenny. Kita akan merasa kasian dengan Jenny dan berharap dia bisa tetap survive hingga akhir film sembari menghabisi musuhnya. Kelly membuat kita merasakan seperti sedang berada di dalam film tersebut, berjuang untuk survive dari kejaran geng remaja tersebut. Namun, bukan cuma Kelly yang bermain bagus, Jack O'Connell bahkan sukses mencuri perhatian saya. Sepanjang film, karakter Brett yang dimainkannya membuat saya benci setengah mati melihatnya. Padahal biasanya saya tidak masalah dengan karakter-karakter villain lainnya di dalam film tapi entah kenapa saya sangat tidak menyukai karakter Brett ini.

Yeah, akhirnya saya cuma bisa bilang kalo Eden Lake sukses bikin kesal dan shock sepanjang film berlangsung. This is a depressing, disturbing, dark, bloody movie and making angry all the time! Dan endingnya.. oh.. endingnya bakal menjadi salah satu ending yang mungkin takkan terlupakan. Film yang masih menyisakan perasaan marah, kesal sekaligus sedih bahkan setelah film berakhir. 







Title: Eden Lake | Genre: Horror, Thriller | Director: James Watkins | Music: David Julyan | Release dates: 15 May 2008 (Cannes), 12 September 2008 | Running time: 91 minutes | Country: United Kingdom, Cayman Islands | Language: English | Starring: Kelly ReillyMichael FassbenderJack O'ConnellFinn Atkins | IMDb | Rotten Tomatoes











July 06, 2014

Them | Ils (2006)


Them (2006)






Film ini dibuka dengan adegan seorang wanita dengan putrinya sedang mengendarai mobil di jalanan yang sepi pada malam hari. Terlihat mereka sedikit cekcok hingga tanpa sadar sang ibu menabrakkan mobilnya ke pohon. Ketika sang ibu mengecek mesin mobilnya, putrinya khawatir karena ibunya tidak kelihatan sama sekali. Sang ibu pun menghilang. Dengan perasaan ketakutan, sang putri kembali ke mobil. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara berisik dan seketika jendela mobilnya dilempari lumpur. Dengan panik dia menelepon polisi namun lehernya malah dicekik dari belakang hingga dia tewas. Lalu cerita pun berputar kepada Clémentine (Olivia Bonamy), seorang guru di sebuah Sekolah Perancis di Bucharest, Romania. Clémentine tinggal bersama suaminya yang seorang penulis, Lucas (Michael Cohen), di sebuah tempat yang jauh dari kota, tak jauh dari tempat kejadian pembunuhan ibu dan anak malam sebelumnya. Mereka hidup tenang di rumah besar mereka tersebut. Namun suatu malam, mereka dikejutkan oleh suara aneh yang berisik. Ternyata mereka tidak sendirian di rumah tersebut. Mereka pun mendapat teror mengerikan sepanjang malam tersebut.

Film yang (katanya) berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Rumania ini merupakan rekomendasi teman saya yang penikmat film thriller, horror, suspense dan crime ketika saya meminta film dengan pace cepat dan durasi yang tidak begitu lama. Jadilah dia menyarankan saya menonton Ils. Oh, ya kenapa saya bilang tadi film ini katanya berdasarkan kisah nyata? Karena dari yang saya baca, tidak ada info valid tentang hal yang berhubungan dengan kisah yang disajikan dalam film ini dan beberapa sumber juga meragukannya. Namun, terlepas dari nyata atau tidak, kisah yang disajikan dalam film ini cukup creepy dan menegangkan. Pacenya yang cepat nyaris tak memberi ruang sedikit pun untuk mencerna apa yang terjadi, terutama ketika teror dimulai sehingga sepanjang film kita jadi bertanya-tanya, “apa yang sebenarnya terjadi?”.  
Unfortunately, Ils is underrated. Apalagi ketika film ini selalu dibanding-bandingkan dengan film buatan Hollywood; The Strangers yang mempunyai premis serupa, yang muncul dua tahun kemudian dibanding Ils. Bisa jadi karena Ils bukan film produksi Hollywood, sehingga film ini tidak begitu terdengar gaungnya. Atau mungkin juga karena scriptnya yang terbilang cheesy untuk sebuah film horor. Ya, kekurangan terbesar film ini terdapat pada plot ceritanya yang kurang solid, bahkan mungkin nyaris tidak ada, karena memang penonton hanya disuguhkan aksi ketegangan, ketakutan dan kengerian belaka dalam rentang waktu 74 menit. Sehingga ketika film berakhir pun, tanda tanya besar "Kenapa?" masih terus menghantui kita. 

Namun, dibalik kekurangannya tersebut, Ils tetap menyajikan sajian thriller horor yang mencekam, penuh ketegangan dan menimbulkan rasa takut dan rasa tidak nyaman. Bagaimana tidak, film ini membuat kita merasa tidak nyaman bahkan ketika berada di rumah sendiri dan menyadari betapa seseorang dapat sangat berbahaya, siapa pun dia. Bahkan kejadian yang dialami kedua karakter dalam film ini, bisa menimpa siapa saja dalam kehidupan nyata. Dengan hanya bersetting dalam ruang lingkup sempit, namun tensi ketegangan film ini malah semakin lama semakin memuncak. Didukung oleh pergerakan kamera yang bagus serta perpaduan visual, cahaya, suara-suara seperti langkah kaki, suara gesekan dan bunyi-bunyian aneh lainnya, membuat film ini seakan menjadi teror psikologis tersendiri bagi para penonton. Belum lagi tampilan rumah Clémentine dan Lucas yang memang sudah terlihat begitu menyeramkan. Saya jadi bertanya-tanya, kenapa pasangan tersebut membeli rumah yang begitu besar di daerah terpencil begitu?. Rumah itu terlalu besar untuk mereka berdua sehingga terlihat menyeramkan, apalagi dengan banyaknya ruangan dan lorong-lorong. Tapi sepertinya hal tersebut memang disengaja (walau tanpa penjelasan yang pasti) untuk menciptakan atmosfir menyeramkan. Dan atmofir tersebut semakin terasa ketika ending. Endingnya.. ya.. saya cukup shock dengan endingnya, namun saya menyukai trik endingnya yang bagus. Satu lagi yang saya suka dari film ini adalah tidak adanya sex scene seperti film-film horor kebanyakan. Ini merupakan suatu hal yang jarang sekali terjadi, mengingat sex scene menjadi salah satu adegan yang sangat dinanti bahkan menaikkan popularitas suatu film horor khususnya. Saya pernah membaca sebuah komen (lupa dimana), yang mengatakan bahwa kecewa karena tidak adanya sex scene dalam film ini sehingga si pengomentar tersebut menjadi tidak menyukai film ini.

Film ini semakin menarik karena chemistry kuat antara kedua pemain utamanya, Olivia Bonamy dan Michaël Cohen. Mereka berdualah yang memegang kendali film ini. Tanpa akting ciamik mereka berdua, mungkin feel dari film ini tidak akan mengena. Akting mereka pun semakin solid karena didukung dengan akting pemain lainnya yang walaupun hanya tampil beberapa menit namun penampilan mereka cukup mencuri perhatian.

Akhirnya, Ils bisa menjadi salah satu alternatif tontonan thriller horor yang mencekam. Walau bukan film yang sempurna dan masih banyak kekurangan dimana-mana, namun jika hanya ingin merasakan sensasi horor tanpa terpengaruh jalan ceritanya yang cheesy, Ils adalah sajian horor recommended.








Title: Ils / Them | Genre: Horror, Thriller | Director: David Moreau, Xavier Palud | Music: René-Marc Bini | Release date(s): July 19, 2006 | Running time: 74 minutes | Country: France, Romania | Language: French, Romanian | Cast: Olivia Bonamy, Michaël Cohen, Adriana Mocca, Maria Roman, Camelia Maxim | IMDB | Rotten Tomatoes 













Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png